Tanuhui Tuan Panayar Dengan Putiri Bungsu
Tuan Panayar dengan
istrinya Putiri Bungsu sudah lama hidup sebagai pasangan suami istri, hingga
mempunyai seorang anak bernama Riak Mangulung.Pada suatu ketika Tuan Panayar
ingin berlayar ke seberanguntuk mencari nafkah bagi anak dan istrinya. Ketika
Tuan Panayar ingin berangkat dia telah menyiapkan berbagaikeperluan untuk
dibawa berupa kayu bakar, beras, dan air minum untuk kebutuhan selama tiga
bulan. Sesaat sebelum berangkat ia sempat berpesan kepada istri dan
anaknya, katanya: “Istri dan anakku, jangan keluar rumah selama aku belum
pulang. Kalau ingin melakukan sesuatu, semua sudah disiapkan dan tersedia namun
bila ada tamu datang jangan sekali-kali membuka pintu rumah karena kamu tidak
kenal apakah orang itu baik atau tidak.” Lalu jawab istrinya: “Baiklah suamiku,
dan aku berharap supaya kamu juga selalu setia dan tidak mengkhianati aku istrimu
dan anakmu.”
Maka keesokan
harinya Tuan Panayar berangkat sambil menitikkan airmata ia mencium anak dan
istrinya sambil mengucapkan selamat tinggal lalu melangkah pergi sampai ke
perahu di tepian sungai tempat permandian mereka. Setelah pergi lebih kurang satu satu bulan lamanya ia
berniat untuk pulang namun ternyata air sungai surut hingga ia tidak bisa pulang. Selama 4 bulan lamanya musim
kemarau, selama itu pula ia tidak dapat pulang ke rumah untuk bertemu dengan anak dan istri yang
ia cintai.
Satu bulan setelah
kepergian Tuan Panayar terjadilah suatu kejadian yang tidak diduga-duga. Ketika Putiri
Bungsu dan anaknya yang tinggalberdua di rumah, mereka dikunjungi seorang gadis
yang sangat cantik bernama Antu Paku, yang kecantikannya sangat luarbiasa sehinggabisa
diungkapkan dengan kata berikut:“Lunu Mate Andrau Saitu.”Artinya mata
hari saat tengah haripun akan redup karena kecantikan gadis itu. Saat itu gadis itu mengetuk pintu ingin masuk
ke dalam rumah namun Putiri Bungsu menjawab: “Maaf saya tidak bisa membuka
pintu karena rumah ini dikunci suamiku, Tuan Panayar!” Namun dari siang sampai
malam gadis itu tetap memaksa untuk membuka pintu dan jendela untuk masuk ke
dalam rumah. Sampai suatu ketika Putiri Bungsu tidak dapat lagi menahan kencing
tapi kemanapun ia pergi selalu diikuti gadis yang berada di luar sana. Karena
Antu Paku melihat kemaluan Putiri Bungsu maka dengan tergesa-gesa Putiri Bungsu
naik ke atas dapur (rapuan) untuk kencing.
Setelah air
kencingnya turun jatuh ke tanah sesuatu yang aneh terjadi, air kencing tadi
berubah menjadi akar (wakai pike). Maka dari akar itulah Antu Paku naik
dan masuk ke dalam rumah dan akhirnya mereka pun bersahabat.
Selama satu minggu
sampai satu bulan mereka bersahabat baik bahkan sudah seliur seludah, sedarah
sedaging karena begitu dekatnya mereka, sampai suatu ketika Antu Paku memohon
kepada Putiri minta diayunkan di depan pintu masuk. Putiri Bungsu pun mengayun
Antu Paku tepat di muka pintu masuk, dari hari pertama, kedua, dan ketiga
kadang-kadang Antu Paku tertidur, namun pada hari keempat Antu paku berkata:
“Kita bergantian.” Tapi jawab Putiri Bungsu “Aku tidak berani” Namun Antu Paku
terus memaksa sampai akhirnya Putiri merasa bosan karena terus dipaksa iapun
mengiyakan keinginan Antu Paku. Putiri Bungsu pun mempersiapkan pakaiannya dan
pakaian anaknya kemudian beras satu mangkuk (erang mangkuk), telur satu biji, lading(pisau) satu bilah. Maka Putiri Bungsu
berkata pada Antu Paku: “Ayolah ayunkan aku bersama anakku, aku rela pergi dari
rumah ini dan engkau menduduki rumahku dengan Tuan Panayar asalkan aku dan
anakku selamat sampai seumur jaman.”
Mereka pun mulai
diayunkan oleh Antu Paku dari pagi sampai siang terus menjelang petang semakin
keras dan semakin keras ayunan Antu Paku, dan ternyata tali ayunan itu tiba-tiba
putus dan Putiri Bungsu tidak sadar akan hal itu. Katanya kepada anaknya
“Dimana kita anakku?” sambil menangis terisak-isak dan hari sudah semakin gelap
yang terlihat hanyalah bintang-bintang.
Tiba-tiba datanglah
seekor burung dan berkata kepada mereka: “Siapa kalian dan mengapa kalian ada
di tempatku?” lalu Putiri Bungsu menjawab: “Aku dan anakku tersiksa oleh karena
ulah Antu Paku karena ia berniat jahat ingin menduduki rumahku sedang suamiku
Tuan Panayar saat ini sedang pergi.” Lalu burung itu bertanya kembali: “Berapa
lama suamimu sudah pergi meninggalkan kalian dan kapankah ia akan kembali?”
Kemudian Putiri Bungsu menjawab, katanya: “Suamiku sudah pergi berbulan-bulan dan tidak dapat
dipastikan kapan ia akan kembali.” Lalu jawab burung itu: “Baiklah kalau
demikian, tinggalah kalian berama saya di sini. Hanya beras dengan
telur yang ada kami simpan sementara sampai suamimu datang dan kalian pasti
akan pulang. Kalau makan dan minum kita sama-sama berdoa agar hidup kita di dunia ini mendapatbanyak rejeki.” Putiri
Bungsu pun bertanya: “Dimanakah aku dan anakku tinggal sekarang ini?” Jawab
sang burung tadi: “Jangan kuatir kita sekarang berada di atas Mahlegai.
Cuma hati-hati jangan banyakbergerak takut kalau-kalau terjatuh.”
Sudah sekitar lima
bulan lamanya mereka tinggal bersama-sama dengan sang burung di puncak
Mahlegai, dan pada suatu waktu terdengar suara sorak-sorai, suara gong dan
gendang serta terlihat tari-tarian dari siang hari sampai malam hari tidak
berkesudahan. Mendengar hal itu Riak
Mangulung berkata kepada ibunya: “Bu, besok akan turun ingin melihat kegiatan
yang dilakukan orang-orang itu.” Namun sang ibu melarang keinginan anaknya. Dari hari pertama sampai hari kedua
keinginan itu diungkapkan anaknya tapi masih saja ditegur ibunya, namun pada
hari ketiga sang anak tidak mengindahkan larangan ibunya, sehingga anaknya
tetap berkeras ingin turun melihat apa yang dilakukan orang-orang di bawah
sana. Lalu ibunya berkata “Dengan jalan apa engkau hendak turun, Nak?” Dan sang
anak menjawab: “Saya akan turun menggunakan tangga, Bu!” Kemudian ia mengambil lading
dari ibunya.
Pagi-pagi setelah
makan dan minum maka Riak Mangulung menyiapkan pakaian seraya berkata pada
ibunya: “Ibu, saya akan turun sekarang...” Lalu sang ibu menjawab: “Hati-hati,
ya anakku!” Riak Mangulung pun beranjak turun, sambil menjatuhkan lading ke
bawah dan seketika itu juga muncul tangga yang sampai ke bawah lalu ia pun
turun pelan-pelan dan sesampainya di bawah ia pun serta merta mengikuti arah
orang banyak pergi.
Setelah ia melihat
kegiatan tersebut serta mendengar bunyi gong, gendang serta melihat tari
Giring-Giring dan tari Bahalai, ternyata hanya dengan melihat ia langsung bisa
melakukan tari-tarian tersebut. Selain itu ketika melihat ke belakang ada
banyak sekali orang, ada manguntur(gelanggang
sabung ayam), ada butur buyang dadu,
maka ia pun ingin mencoba ikut bermain karena sewaktu turun dari Mahlegai
ia diberi satu keping uang perak. Pertama kali ia ikut memasang ternyata
menang, sehingga setiap kali ia memasang diikuti oleh orang banyak. Dari pagi
sampai sore ia telah bermain judi ternyata ia menang banyak
sekali, dari satu keping uang perak menjadi dua ratusan keping uang perak.
Saat hari sudah
hampir gelap ia beranjak untuk kembali pulang, sesampainya di pohon Mahlegai
ia segera melempar lading yang ia bawa ke atas maka segera muncul
tangga menuju ke atas dan ia segera naik. Sesampainya di atas ia segera
memanggil ibunya sambil berkata bahwa ia sangat beruntung hari ini. Ibunya
bersyukur mendengar perkataan anaknya.
Keesokan harinya
Riak Mangulung turun lagi namun kali ini ia turun membawa ayam jago yang
diberikan oleh burung yang tinggal di atas Mahlegai, lalu seperti biasa
dengan mujizat ia menjatuhkan lading ke bawah, maka muncullah tangga yang
menuju ke bawah dan turunlah perlahan-lahan sehingga Riak Mangulungpun sampai
ke tempat kegiatan yang kemarin ia datangi. Setelah sampai di tempat kegiatan tersebut orang-orang
melihat kepada Riak Mangulung yang membawa seekor ayam jago, lalu dengan segera
orang-orang mengajak untuk adu ayam namun Riak Mangulung berkata bahwa tidak
memiliki taji tapi ada yang menawarkan untuk menggunakan taji yang orang itu miliki.
Setelah itu terjadilah adu ayam yang mengundang hiruk-pikuk orang-orang. Ada
yang berteriak: “Tidak akan lama lagi sudah...” dari dalam gelanggang lalu
seketika terdengar riuh teriakan kemenangan dari orang banyak, ternyata ayam
jago yang dibawa Riak Mangulung yang menang. Dan hal itu terjadi terus-menerus,
ayam jago yang dibawa Riak Mangulung selalu saja menang. Karena hal tersebut
terjadi terus-menerus, beberapa orang nampak sangat emosi karena selalu kalah
sehingga Riak Mangulung pun mohon diri untuk istirahat pulang. Setelah malam
hari Riak Mangulung kembali turun melihat orang-orang bermain Butur Buyang Dadu, dan iapun mengikuti
pasangan-pasangan orang ternyata ia selalu menang dan tak pernah kalah. Saat
malam semakin larut ia pun beranjak untuk kembali pulang dengan membawa
kemenangan.
Keesokan harinya
saat hari sudah siang, Riak Mangulung mengatakan pada ibunya kalau ia mau turun
ke tempat kegiatan dengan membawa ayam jago lagi, namun ibunya berkata: “Ingat
Nak, tidak seterusnya bisa menang karena ada waktunya pasti bisa kalah...”
tetapi sang anak tidak mempedulikan teguran ibunya dan iapun kembali turun
dengan membawa ayam jago untuk diadu, dan lagi-lagi ayam itu selalu menang.
Tetapi setelah ia keluar dari tempat kegiatan, ia dikelilingi orang banyak dan
serempak mereka menyergap dan menangkap Riak Mangulung. Uang yang ada semuanya
dirampas, sedang Riak Mangulung disekap dan dimasukkan ke dalam kandang besi
bersama ayam jagonya.Ia disekap dari sore hari sampai dini hari keesokan
harinya, dan pada dini harinya ayam jago yang dibawa Riak Mangulung pun
berkokok dengan berbunyi demikian:
“Adui Inung! Adui
Inung! Adui Apang! Adui Apang! Inungku Putiri Bungsu... Bapangku Putera
Layar... Ngaranku Riak Mangulung... Hayamku Tabur Banua...”
Berulang-ulang ayam
tersebut berkokok demikian, sehingga datanglah seorang yang bernama Putra Layar
dengan mengundang beberapa keluarga untuk mengeluarkan Riak Mangulung beserta
ayamnya dari tempat tersebut. Putra Layar pun bertanya: “Jelaskan riwayatmu dan
dimana ibumu berada?” Sambil menangis terisak Riak Mangulung pun bercerita
dengan menguraikan semua peristiwa yang terjadi terhadap dirinya dan sang ibu
sehingga keadaannya seperti sekarang ini. Setelah mendengar cerita Riak
Mangulung yang ternyata adalah anaknya, segera dimintanya keluarganya untuk
menjemput ibu Riak Mangulung yang ternyata istrinya dari tempatnya sekarang
yaitu di atas pohon Mahlegai agar mereka bisa kembali berkumpul.
Nampaknya kegiatan
tetap berjalan dan sampai pada malam hari saat mereka berkumpul bersama, Putra
Layar mengajak Antu Paku dan Putiri Bungsu untuk menari Giring-Giring dan
dilanjutkan dengan tari Bahalai. Namun Antu Paku diajak menari makin ke tepi
balai hingga ia terjatuh dan terinjak-injak oleh orang banyak dan meninggal.
Waktu pun telah
berlalu, segala jenis kegiatan pun berakhir, Antu Paku sudah dikuburkan.
Keluarga yang telah lama terpisah kembali berkumpul, kemudian mereka pulang dan
berkumpul seperti dahulu lagi ke rumah mereka masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar