ASAL
USUL HUKUM ADAT ( KARAHARAK TUTUR ) .
Berangkat dari
asal-usul dunia yang masih kosong atau Awal
Paramula, Ire Parawente Dunia ( Dari Alam Wung Wang, Dunia Kaus Kukus,
Bergantung Tidak Bertali, Bertajak Tidak Bertiang, Berdiri Disangkul Amun,
Berduduk Di Daya Mana, maka sejak
Tuhan Menganugerahkan KuasaNya PenciptaanNya terhadap Dunia yang masih
kosong/belum ada meliputi Bumi dan Langit Beserta Isinya., ( Tuhan Menciptakan Bumi dan Langit ) dari
berupa Tane Murupitip, Alam
Nguruminim mulai Tane/Tanah Kala
Tipak Jaring, Alam Kala Tunun Jaan Parey selanjutnya
Tane/Tanah Kala Tipak Ragi, Alam Kala Tipak Anyar selanjutnya Tane/tanah Jurung Hamunyut, Alam Hamiku Paing sementara Langit Kala Payung, Alam Kala
Dadar Lalu Dunia Sampai Pada bentuk Jadi
Tane Ilamungkun Siung, Gumi Ilamungkun Punei Lau Tuhan Sang Pencipta Menganugerahkan dengan 5 ( Lima ) jenis
kayu pertama :
1. Kayu
Tiang Aras ( Kayu Pintaruan )
2. Kayu
Mali-Mali Baduri
3. Kayu
Sampati Ali Biduri
4. Rirung
5. Kamat.
Untuk
mengenapi PenciptaaNya, Tuhan Menciptakan Manusia Pertama untuk mendiami Dunia
CiptaanNya yaitu : Kakah Warikung/Adam (
Laki-Laki ) dan Itak Ayan/Hawa ( Perempuan ) seiring perjalanan
dari manusia pertama Adam dan Hawa (
Murun dan Sia ) hidup bersama dan diperintahkan oleh Tuhan untuk menitiskan
manusi-manusia keturunannya.
Seiring perjalanan waktu manusia – manusia keturunan
Adam dan Hawa terus berkembang dalam mendiami dunia, melampaui waktu perjalanan hidup umat manusia,
berangkat lah manakala cerita manusia hidup menyatu dengan binatang dan alam
yaitu dipedalaman hutan belantara tumpuk/kampung Pupur Parumatung Banua Langai Langit, Patah Mulung Sasuratan, selanjutnya
pindah ke Lili Kumeah, disana lah
orang banyak tinggal, berkehidupan dan berkembang namun masih belum ada hukum
adat/aturan yang mengatur kehidupan ( Jamak Salasar, Repang Rapis, Pepet Sampikur
Jangka Kalulung atau aturan adat ) disana
mereka hidup bersama bebas tanpa batas ( Lagi Jatuh Mirra Putut Tukat, Riwu Lawe
Tampuk Wa’e Nawang, Lagi Jatuh Mirra Sinsian Tayup, Riwu Lawe
Sampulakan Unan, Lagi
Jatuh
Mirra Putut Ngaran, Riwu Lawe Sampulakan Lunan, Lagi
Tau Pangasini Pana Ine, Panga Giri Pana Anak
) yang artinya Seratus Bergabung Tangga
Naik, Berjejer Ujung Pintu Rumah, Seratus Bergabung Gantungan Kelambu, Berjejer Sebelahan Bantal, Seratus
Sama Awalan Nama, Bergabung Sebelahan Kumpang/Sarung, Bisa Saling Tertarik Anak
dan Ibu, Ibu dan Anak ), merupakan suatu kondisi masa interaksi kehidupan manusia
yang benar – benar bebas/tanpa aturan. Pamusi Putut Tukat, Panyanga Wae Nawang ( Aturan Tempat Tinggal dan Pelindung Rumah
Tangga ) tidak ada sama sekal.
Suatu ketika muncul
lah secara gaib Seorang Wanita dari
Bawah Tanah yaitu Ungkup Batu dan
pada waktu yang bersamaan muncul juga secara gaib Seorang Lelaki dari atas ( Langit ) Sawalang Gantung, mereka lalu
hidup bersama sebagaimana suami istri dan tiggal di Tumpuk /Kampung Lili Kumeah seiring
waktu mereka dikaruniani anak berjumlah Tangah Suei ( 8,5 ) atau delapan
setegah karena 8 lahir selamat yang kesembilan keguguran ( Lehut Ira ) masing- masing bernama :
1.
INANG
INE
2.
KAH
RUPIANG AGUNG, PATIS GANA UMU LANGIT
3.
GAMILUK
LANGIT, RADEN GAMURUH ANRAU
4.
DADAR
HIANG
5.
PATIS
ENYET
6.
GUMANTAR
WAWEI
7.
TAMANANG
JALI
8.
NINI
PUNYUT ( ETUH BARIUNGAN )
0,5
ITAK ARUNAWAI
Seiring
anak – anak mereka tumbuh besar ( Hante Amau Ranrung Janrah ) suatu ketika
terjadi perselisihan antara Ibu Mereka Ungkup
Batu dan Ayah mereka Sawalang
Gantung karena mereka berdua memiliki perbedaan makanan ibu mereka Ungkup
Batu yang berasal dari bawah tanah memakan yang mentah sedangkan ayah mereka Sawalang Gantung yang berasal dari langit memakan makanan yang
dimasak, rupanya hal itu seiring
dengan waktu memicu perselisihan yang membuat mereka bertekat untuk berpisah dan
akan kembali ketempat asalnya masing-masing. Sebelum berpisah maka mereka mengumpulkan seluruh
anak – anaknya, maka disampaikanlah maksud perpisahan orang tua mereka tersebut,
serta ditanyakanlah satu persatu kepada seluruh anak-anak mereka mana yang mau
ikut ibunya ( Ungkup Batu ) dan mana yang mau ikut ayahnya ( Sawalang Gantung ).
1.
Pertama ditanyakan
kepada anak mereka Inang Ine
Inang Ine menjawab
: Bahwa ia memutuskan untuk tidak ikut ibunya dan tidak juga ikut ayahnya,
namun dia akan menggaibkan dirinya pergi tinggal ke : Tane
Rapu Putak Timau, Aku Basamat Jari Hi Itak Hudi, Itak Hundrai, Itak Uah, Itak
Watek, Itak Hemuk, Itak Hang Kangkar ( Gelar Dewa Kesuburan Tanah ) maka ia
bersapda amun ulun ngume naun ngaumule parei lule aku ngami hudi hundrai uah
watek ma parei lule ulun dan ulun yeru akan mambagi hasil ni miwit aku saban ta’un.
(yang artinya kalau orang berladang/bercocok tanam padi dia akan
memberikan kesuburan serta bulir buah padi yang banyak maka orang-orang akan
membaginya dengan memberikan makan/miwit beliau setiap tahun. ( dewata inang
ine diyakini sebagai pemberi kesuburan dan hasil panen )
2.
Kedua ditanyakan kepada
anak mereka Kakah Rupiang
Kakah Rupiang menjawab :
Bahwa ia memutuskan untuk tidak ikut ibunya dan tidak juga ikut ayahnya,
namun dia akan menggaibkan dirinya pergi naik keatas langit jari hiang piumung pakun jaya lowi, pakai
ngiring timang ngintai, ngiring timang jaga, nyaga nyalinung, naris nerung dan
nganyak ngajun ulun munta murunsia, amun here salu salamat, puang mekum
maringin, buyuk kapu, ngaret melah, bauntung batuah, barajaki here akan mambagi
rajaki miwit aku saban ta’un. (yang
artinya ( beliau akan menggaibkan diri naik ke atas langit menjadi junjungan dan apabila manusia tidak
selamat tidak celaka, tidak sakit dan tidak mengalami kekurangan maka manusia
akan membagaikan rejeki dengan memberikan makan/miwit beliau setiap tahunnya ).
3.
Ketiga ditanyakan kepada anak mereka Gamiluk Langit
Gamiluk Langit menjawab :
Bahwa ia memutuskan untuk tidak ikut ibunya dan tidak juga ikut ayahnya,
namun dia akan menggaibkan dirinya mamai ma amau langit muneng hag awan dan
akan jari Hiang Piumung Nanyu Mangusiga Ondru, Nganyan Manguwahat Aku Gaduh
Riwut Barat, Ampeng Kelat, Rakun Dudup Awan Baku. Amun ulun munta murunsia
ngume naun ngamule parei lule basap tanaman, pintaruan mun ganyah rahat timul
bintang parawan nyararak ra’ai ulun iyuh
muau dan aku nunyu himantuang riwut nyandrakai nelang palus ngawu kawan rakun
dudup awan baku ngulah anraua uran nupan nyamulem pamulean parei lule kuan
pamulean sasap tanaman nupan tau welum ranrung janrah nelang subur kaiyuh
wunge, mua wusi isa mauah, mawatek, mahudi, mahundrai amun ulun wahai kaiyuh ngapi ngaun parei maka here mamabagi anri
miwit makan aku saban ta’un.
(Beliau akan menggaibkan diri ke langit dan
diam diawan menjadi Junjungan yang memelihara dan mengatur Awan, Angin, Guntur
Patir, Halilintar serta Bintang dan
Bulan serta akan membantu manusia dalam musim dan masa bercocok tanam serta
membantu membentuk hujan agar manusia dapat berhasil dan mendapatkan hasil yang
berlimpah ruah maka manusia akan membagikan kepada beliau dengan Memberikan
makan/Miwit Beliau Setiap Tahunnya ).
4.
Keempat ditanyakan kepada anak mereka Dadar
Hiang
Dadar Hiang menjawab : Bahwa
ia memutuskan untuk tidak ikut ibunya dan tidak juga ikut ayahnya, namun dia
akan menggaibkan dirinya Aku tulak Magunung Iwei Wundrung, Watu Inunyak Mayang
aku manggaduh kawan pahiangan ulunmatuh ulun jaya, amun ulun nawut wusi weah
muwar wungen ta’un bahajat antara akau akan ngampinau Ilau Jayang Katuh, Minyak
Jayang Rana, bu ulun jaya ulun matuh bu Nampihik Sajian Galaran nyipulun Aku.
( Yang artinya : Beliau
akan menggaibkan diri pergi tepat penghanturan Do’a, harapan dan keinginan
manusia dalam berjat/nasar melewati orang – orang sakti/jaya, beliau berjanji
menurunkan minyak untuk memenuhi setiap janji/nasar manusia melewati orang
sakti/jaya sehingga orang-orang sakti/jaya yang melaksanakan ritual akan
membagi sesajen yang disiapkan kepada beliau dengan memercik/nampihik ). Atau
dalam bahasa ritual Upa pala Tungken Lalu.
5.
Kelima ditanyakan kepada anak mereka Patis
Enyet
Patis Enyet menjawab :
Bahwa ia memutuskan untuk tidak ikut ibunya dan tidak juga ikut ayahnya,
namun dia akan menggaibkan dirinya, Pergi ke Gunung Manrue, watu kakurungan
Jaya, Jadi Nayu Mawerep Tapi Lungai, Masansang Nian Amun, Ulun Takia Mihebu
Hayung Majangkau, Aku Ngiring Ngintai, Ngajak Ngajun, Nyalinung Nyaliku Takut
maka Kapusunan, Katendreken, Gagudan Ngawaha, amun ulun masuk mamedan
paparangan, galanggang katu marang aku ngmi Kakatuhen Kajayaan nupan puang
tundrung tunya, batan tulisan, Here bu Miwit Makan Aku.
( Yang artinya : Beliau akan pergi
menggaibkan diri ke gunung dan hutan belantara dan siap menjaga manusia dalam bepergian supaya tidak ada
gangguan dari penjaga hutan dan gunung serta siap menjaga dan memeberikan
kekuatan/kesaktian/kejayaan kepada manusia yang pergi ke medan peperangan
supaya tidak celaka maka mereka yang meminta/memohon bantuan beliau akan memberikan
makan/miwit Beliau ).
6.
Keenam ditanyakan kepada anak mereka Gumantar
Wawei
Gumantar wawei menjawab :
Bahwa ia memutuskan untuk tidak ikut ibunya dan tidak juga ikut ayahnya,
namun dia akan menggaibkan dirinya, Pergi ke Gunung Maniungku Sangkaru wawun
Bukit, Gunung Maniungku Sangkaru Wawun Tangai
dan akan menjadi Datun Harian
Miharaja Lulang Unui ( Kariau
panyaga jumpun haket, situa maraga ) amun ulun kai ngantara kuan eha situa
marga wawui, kawawe, parang, palanuk here harus ilaku anri aku, bu here
miwit/makan aku dulu anri nyiap Sarakapan Mahang , Ateluy, Baya Wusi Weah Atawa
Ansak pala Punsi Baya Nahi Dite Madintang, Mariang baya Nahi Lungkung kakuring,
Maintem anri ateluy aku ngami ma here juat ulih situa eha.
( Yang artinya : Beliau akan menggaibkan diri pergi ke bukit
dan lembah dan beliau lah penjaga hutan belantara serta marga satwa dan apabila
manusia ingin berburu marga satwa beliau minta manusia menyiapakan sesajen
khusus untuk memberikan makan/miwit beliau sehingga baru beliau memberikan
hasil yang berlimpah/banyak ).
-
Bukti
sering orang berburu susah menemukan
marga satwa hutan mauring/pelit sehingga sesudah dilaksanakan Upcara Ngariau /
Miwit Kariau Jumpun Baru Mendapatkan Marga Satwa ).
7.
Ketujuh ditanyakan kepada anak mereka Tamanang
Jali
Tamanang
Jalai menjawab
: Bahwa ia memutuskan untuk tidak
ikut ibunya dan tidak juga ikut ayahnya, namun dia akan menggaibkan dirinya,
Pergi ke Lubuk Datun Tikui, Putut Kupang Sanen Agung beliau menjadi Diwata
Sanranum Riau Mulau, maka setiap manusia sah kaiyuh anak/gena here harus
nganrus anak here matapian iwara ma aku
anri natap sajian galaran muwur walenun baya ateluy erang kadiki mak makan/miwit aku.
(
Yang artinya : Beliau menggaibkan diri kedalam sungai, kali, danau menjadi
Dewata Air dan manusia yang memperoleh anak/bayi harus memandikan anaknya
ketepi sungai sebagai bentuk pemberitahuan kepada beliau dengan menyiapkan
sesajen menabur abu dan Antelui 1 biji
untuk memberikan makan/miwit beliau ).
8.
Kedelapan ditanyakan kepada anak mereka Nini
Punyut ( Etuh Bariungan )
Nini
Punyut menjawab
: Bahwa ia memutuskan untuk tidak
ikut ibunya dan tidak juga ikut ayahnya, namun dia tidak menggaibkan diri tetap
menjadi manusia dan akan Pergi Tinggal di Burit Lewuan Lusun, Huluk Hulai
Minang minuh,, Burit Lewuan Panan Huluk Hulai Napa Iwa Hang Riet Taluk
Nansarunai, Taliku Tane Ngamang Talam aku tatap jari munta murunsi tamiundring
mulan gawai, karena hanya Nini Punyut
yang tetap bertahan menjadi manusia maka Ayah dan Ibunya menitahkan/nguruk
ngajar beberapa aturan-aturan kehidupan
yang harus dijalanani Nini Punyut.
9.
Kesembilan ditanyakan kepada anak mereka Tangah Suei 8,5 Itak Arunawai
Itak
Arunawai menjawab
: Bahwa ia memutuskan untuk tidak
ikut ibunya dan tidak juga ikut ayahnya, namun dia akan tinggal di Gunung
Pahelangan, Watu Pahalatan aku jari Pa’antahan, Patenungan mun ulun itunti ma aku, bu mitah Nawut Wusi Weah, Muwar Wungen Taun
iru jatah ku here miwit/ makan aku.
(Yang
artinya : Akan tinggal di batas antara
manusia dan alam gaib sebagai penghubung
mansuia sakti/jaya dengan manusia, menaburkan beras maka itulah sebagai
wujud memberikan makan/miwit beliau.
Setelah semua anak-anaknya sudah
memberikan jawaban maka secara gaib mereka masing-masing pun pergi menghilang
sesuai ke tempat yang mereka kehendaki masing-masing, tinggallah Nini Punyut
sendiri dan Nini Punyut pun pergi meninggalkan tumpuk/kampung Lili Kumeah menuju
ke Burit Lewuan Lusun Huli Hulai Minang Menuh ( Taluk Nansarunai ) tinggal disebuah
pohon besar ( Nunuk Waringin ) Nini Punyut pun memutuskan untuk tinggal disana..
Sepeninggalan
perginya Ungkup Batu dan Sawalang Gantung beserta seluruh anaknya kehidupan di
tumpuk/kampung Lili Kumeah berjalan begitu adanya, sesuai belum adanya tatanan yang
mengatur kehidupan maupun tatanan yang mengatur kematian terjadi begitu adanya sehingga
orang berkumpul begitu saja tanpa dikawini, belum mengenal istilah Idapa Ibela,
Nganak Ngampang Ngading Siwuntung, Ngalat Ngerut dan hukum pun belum ada maka seiring
perjalanan waktu suatu ketika terjadi Ulun
Iwunu Ipatey ( Berkelahi membunuh dan dibunuh ) mayat-mayat berserakan membusuk dimana-mana karena mereka
belum mengenal tatanan kematian yang harus dikubur.
Lili
Kumeah pun diselimuti laing riha, bau busuk yang begitu menyengat sekali
sampai-sampai bau busuk di bumi ini lah yang naik sampai ke langit kumar suei, rakun kampat walu ( langit lapis Sembilan,
Awan Lapis Delapan ) sampai ke tempat Tuhan Nguasa, Alah Tala Ngaburiat ( Tuhan
yang Kuasa ) lalu Tuhan pun memanggil Lalung
Walu Punei Laki untuk diutus ke bumi
memeriksa keadaan yang menyebabkan bau busuk sampai keatas langit, maka
berangkatlah Lalung Walu Punei Laki setelah melihat keadaan maka sampailah di tumpuk/kampong
Lili Kumeah setelah melihat dan mempelajari keadaan maka pulanglah Lalung Walu Punei
Laki menghadap kepada Tuhan melaporkan bahwa telah terjadi kerusuhan/ipatey
iwunu antara manusia di tumpuk/kampung Lili Kumeah karena kehidupan yang bebas tidak ada aturan.
Maka
Tuhan pun mengutus kembali Lalung Walu, Punei Laki untuk kembali dengan membawa
Tokal Banang Rawai Wali Beserta Pangkan
Wini Parei Dite, Parei Lungkung ( Bongkahan Bening dan Bibit Padi Ketan dan
Padi Biasa ) dan Tuhan bersabda
melewati Lalung Walu jatuhkan di
tumpuk/kampong Lili Kumeah barang siapa manusia dapat membuka Tokal Banag Rawai
Wali maka itu lah orang yang dapat mengatur kehidupan manusia di tumpuk/kampong
Lili Kumeah atau yang dapat dan mampu melaksanakan tatanan kehidupan mereka
semua, sebelum Lalung Walu, Punei Laki menjatuhkan Tokal Banang Rawai Wali
harus mencari dulu sebuah pohon Kakau
Taniah Abun Banyana, Tungkup Mena Jaru Nenung (
Kakau/Pohon, Taniah/Aren ) lalu Tuhan meminta mereka nyanruntun/menjatuhkan
dulu tunun/tandan taniah/aren untuk mengejutkan marga satwa agar pergi ketengah hutan supaya tidak lagi
hidup bersama-sama dengan manusia. Baru mereka diminta untuk menyampaikan
Santaru/Nyanyian “Esi Uli Ina Wasi Sintak Uyat Bagugamat, Hie Tau Ngugah Tukal Banang
Rawai Wali Yeru Jari Samperai Hukum Janang Dadai Adat “
Dan itu
merupakan masa atau saat Tuhan memisahkan antara Manusia dan Marga Satwa.
Sesuai
yang dititahkan olah Tuhan maka Lalung Walu, Punei Laki berangkat menuju
tumpuk/kampung Lili Kumeah setelah sampai mereka pun mencari Pohon Taniah/Aren
sesuai yang disapdakan Tuhan lalu mereka pun hinggap dan langsung menggugurkan
tandannya (Nyanruntun Tunun Tangkung Taniah
Akun Banyana Tang Mena Jaru Nenung dan Tunun Takung Taniah Galis Lawu Nyalah Itamutu Gugur Alang Itamehai Lawu
Nyalah Petu Badil , Gugur Alang Manah Api wua ni tahamur erang natat Tumpuk
Lili Kumeah ).
Karena
begitu keras bunyi gugurnya maka seluruh Marga Satwa terkejut dan berlarian
ketengah hutan meninggalkan tumpuk/kapung Lili Kumeah ( Wawui Nalau Dulang Iwek galis
tulak ma Balai Gunung Waruga Uwa Wawu, amun Lampiran nalau Raga Manu galis Tulak
ma Balai Lasi, Waruga Werek Wekun, amun Wu’ah Gagah Ngandrei Hang Tapian, Wayu Pangeuk Ninye Hang Tungkaran galis
Tulak ma Lubuk Lalem, Rantau Amau, amun
Wiyuang Pana Anak Ngandrei Tumpa Lalan, Lalung Kupang Laki
wawei Ninye Mensang Enui galis Tulak
Ma Hepung Waruga Kayun Kulun, amun Anipe Tada Patuk Pangandrei Putut Tukat galis
Tulak Ma Jumule manyati Tane Kumpau Abun
Surat.
Setelah seluruh
binatang hutan habis pergi berlarian meninggalkan kampong Lili Kumeah hanya tersisa yang tinggal babi, Manu ,
kucing, itik, Kerewau/kerbau , Kaming dll lalu Lalung Walu, Punei Laki
Nyantaru/menyanyikan sesuai yang disapdakan Tuhan serta langsung melemparkan
Bongkahan Benang ke tengah kampung Lili Kumeah, maka orang – orang pun
berebutan untuk membuka bongkahan benang tersebut namun sudah seharian tidak
ada satu pun mereka yang berhasil membukanya hampir satu kampung bahkan
bongkahan benang tersebut semakin kusut. Takala mereka sudah putus asa datang
lah empat orang anak – anak yang baru pulang dari bepergian yaitu : 1. Raksa
Pateh, 2. Patis Pateh, 3.Singa Galanteh, Dan 4. Patis Jaga Mada lalu orang banyak meminta mereka pun ikut
juga mencoba membuka bongkahan benang tersebut, anak –anak tersebut menolak kalian saja orang
tua dan sudah satu kampung tidak bisa apalagi kami yang masih anak-anak, tidak
kata salah satu kalau kalian belum mencoba berarti belum semua kita membukanya
dan keempatnya pun menuruti permintaan tersebut..
Konon
cerita keempat anak-anak tersebut teringat bunyi santaru atau lantunan syair
yang juga mereka dengar yaitu : “Esi Uli Ina Wasi Sintak Uyat Bagugamat, Hie
Tau Ngugah Tukal Banang Rawai Wali Yeru Jari Samperai Hukum Janang Dadai Adat “ lalu mereka pun mengingat sambil berusaha
melantunkannya, lalu mereka meraih bongkahan benang tersebut, keempat anak
tersebut pun berusaha membuka dengan mencari – cari ujungnya konon cerita
bongkahan benang tersebut langsung terbuka dan saking banyaknya sampai menutupi seluruh kampung
Lili Kumeah. Sesuai bunyi pesan syair dan hanya mereka yang mapu membuka
bongkahan benang itu maka mereka menunjuk keempatnya untuk mengatur kehidupan
di tumpuk/kampung lili Kumeah.
Konon cerita
mengingat mereka masih anak-anak mereka pun masih bingung bagaimana mengatur
kehidupan orang banyak bahkan lebih tua dari mereka, lalu mereka disuruh untuk menemui Nini Punyut
( Etuh Bariungan ) yang tinggal di Burit Lewuan Lusun Huli Hulai Minang Menuh (
Taluk Nansarunai ) tinggal disebuah pohon besar ( Nunuk Waringin ) untuk menyampaikan
kejadian itu dan menanyakan maksud pesan itu dan kenapa mereka yang hanya bisa
membuka Tokal Banang Rawai Wali serta bagaimana cara mengatur kehidupan
masyarakat di Tumpuk/Kampung Lili Kumeah.
Lalu mereka berempat pun pergi untuk menemui Nini
Punyut, setelah melakukan perjalanan Kia Alah Kuru Alah, Kia Tane Kuru Tane,
Mitah Balai Padang Waruga Siai lalung, Mitah Balai LasiWaruga Wekun, Mitah
Balai Hepung Waruga Kayun Kulun, Mitah Balai Janah Waruga Karanganyan, Mitah Balai Lu’au Waruga Tane Lumpur, Katuan
Wadik Watang Kayunmaras Niahng
kalan, mereka pun sampai ditujuan
dan menemukan Pohon Waringin/Beringi tempat
tinggal Nini Punyut.
Konon cerita
waktu menemukan tempat tinggal Nini Punyut, Nini Punyut sedang tidur nyenyak,
mereka pun membangunkannya tapi tidak
bisa Nini Punyut tetap tidak bangun, sudah beberapa kali berusaha membangunkanya
tapi tetap tidak bangun-bangun, lalu
mereka mebangunkan dengan cara santaru/syair dengan beberapa kali :
yang
Pertama :
Pangkung Lutut, Pangkung Lutut Pangkung
Lutut Hang Wanawang, Amuan Hanyu Nini Punyut, Antangun Tampu Awang-Awang, tetap
belum bangun.
yang Kedua : Tepu Gagang Waruh, Ingauran Luen Memai,
Amun Hanyu Etah Pangandrei Taluk Nansarunai,
tetap belum bangun.
yang Ketiga : Taginta Tagintu, Wawa Hiang Ekat Isa, Iri
Sangku Buntu Putut Tendru Danu Wayang Hang Sulangka, Nini Punyut pun langsung terbangun.
Setelah menceritakan seluruh kejadian dan
nyanyian/santaru/syair pesan itu, lalu keempatnya meminta Nini Punyut untuk
mengajarkan mereka cara mengatur kehidupan orang-orang yang tinggal di kampung Lili
Kumeah. Dan konon Nini Punyut lah yang mengajarkan mereka bereempat bagaimana
cara-cara mengatur Tatanan Kehidupan sehingga adanya tatanan aturan-aturan
kehidupan di kampong Lili Kumeah yang lalu berkembang secara luas seiring
perjalanan kehidupan manusia pada jaman itu dan semakin sempurna seiring
perjalanan waktu.
Cerita diatas merupakan salah satu Cerita yang
sangat melegenda secara turun- temurun dikalangan masyarakat suku Dayak
Ma,anyan dan merupakan satu bagian terkecil yang tidak dapat terpisahkan dari Cerita Perjalanan Hidup Manusia, yang jelas mengajarkan nilai perjalanan waktu
kehidupan sejak manusia pertama. Sebagai
cikal bakal kehidupan tidak dapat terbatahkan adalah dari Ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa tetap berangkat dari Mula
Alah ( Dari Alah/Tuhan ) Awal
Paramula, Ire Parawente Dunia .